Rabu, 07 Oktober 2015

Analisis kasus yang berkaitan dengan UU ITE No. 11 Tahun 2008       


Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada dalam wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugiakn kepentingan Indonesia. Undang-Undang di Indonesia yang mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu Undang-Undang No. 11 tahun 2008.            Undang-Undang ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas, membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisiada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE adalah sebagai berikut :a.       Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukun yang sma dengan tanda tangna konvensional (tintta basah yang bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
b.      Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
c.       UU ITE berlaku untuk setiap orang yang akan melakukanperbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
d.      Pengaturan nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
e.       Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37)
1.      Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
2.      Pasal 28 (Berita Bohong, dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
3.      Pasal 29 (Ancaman Kekerasan Dan Menakut-nakuti)
4.      Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Ijin, Cracking)
5.      Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
6.      Pasal 32 ( Pemindahan, Perusakan, Dan Membuka Informasi Rahasia)
7.      Pasal 33 (Virus/, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
8.      Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (Phising?))
            Tetapi dalam bahasan kali ini saya akan menganalisis tentang pasal 31 ayat 1 dan 2, yang berbunyi :(1)“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam satu komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain”.(2)“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke dan di dalan suatu komputer dan/atau Sistem Elektrinik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau menghentikan informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronikyang sedang ditransmisikan”.(3) “Kecuali interpensi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2), intersepsi dilakukan dalam rangka penegakkan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang”.Ketentuan Pidana UU ITE pasal 47 :“setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah)”.            Pasal 31 UU ITE  ini menjelaskan tentang aturan hukum yang mengatur tentang penyadapan, perubahan dan penghilangan informasi tertentu milik orang lain, yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab,sehingga menyebabkan kerugian pada seseorang atau suatu lembaga. Dengan semakin canggihnya teknologi, maka hal itu juga dijadikan peluang oleh sebagian orang untuk melakukan tindak kejahatan. Adapun kasus pelanggaran mengenai pasal 31 termasuk kedalan kejahatan dunia maya (cybercrime).
Penjelasan pasal 31 ayat (1) menegaskan bahwa kegiatan penyadapan yang dilarang itu adalah jika ditunjukan bukan untuk kepentingan publik atau ditunjukan untuk kepentingan pribadi atau perseorangan. Penjelasan tersebut mengandung makna bahwa kegiatan penyadapan oleh penegak hukum untuk kepentingan penegakkan hukun (bersifat publik) tidak dilarang. Pengecualian untuk lembaga pemerintahan seperti KPK ataupun kepolisian seperti yang dijelaskan dalam pasal 31 ayat (3).Peraturan tentang penyadapan juga wajib mempertimbangkan perlindungan atas hak asasi setiap orang sebagaimana diamanatkan didalam UUD 1945 dan berbagai konvenan internasional.Menurut pasal 31 UU ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan tetap, karena penyadapan itu sendiri merupakan bentuk pembatasan atau privasi seseorang dan melanggar hak asasi manusia. Namun institusi seperti KPK sangat bergantung dari penyadapan yang dilakukan oleh lembaga seperti KPK, sehingga KPK ini kedepan menggunakan mekanisme yang jelas dan tidak selalu diributkan dari kalangan tertentu.Namun untuk mencapai tujuan intersepsi yang lebih besar demi kepentingan bangsa dan negara, negara dapat membatasi hak asasi setiap orang. Hanya saja pembatasan tersebut harus dilandaskan pada suatu undang-undang, bukan oleh ketentuan perundang-undangan dibawah UU (pasal 28 J UUD 1945 dan pasal 29 ayat 29 ayat 2 Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia). Di dalam UU tentang intersepsi wajib diatur mengenai hak dan kewajiban pengguna intersepsi untuk kepentingan penegakan hukum yang dilandaskan pada prinsip keseimbangan antara melindungi kepentingan publik dan kepentingan perorangan. Contoh kasus kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online di yogyakartaPolda DI Yogyakarta mengangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta rupiah, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung. Buy, alias Sam. Akibat perbuatannya selama satu tahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp. 70 juta).Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya.Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk kedalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk kedalam jenis cyberbrime menyerang hak milik (agains property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi (agains person).


Sumber :
http://herlina25.web.ugm.ac.id/2015/03/08/rekmed-jarkom-tugas-03-pengenalan-uu-ite/
http://anggara.org/2008/12/03/aturan-tindak-pidana-dalam-undang-undang-no-11-tahun-2008-tentang-informasi-dan-transaksi-elektronik-uu-ite-terbukti-mengancam-para-pengguna-internet/

1 komentar: